Berjalan ia di atas kota yang sunyi sepi
Terhempas ia di sudut pintu nurani
Berdebu jubahnya bak kotor besi
Tak menoleh ia tak ada yang mengenali
Berat nafas seiring lebar langkahnya
Sekaan berhenti waktu dalam pandangnya
Saat berhembus angin menuju ke utara
Hilang jejaknya sekejap tak ada
Tampak tapaknya di jalan usang ini
Tak ada yang tahu ke mana ia pergi
Tak mengerti akan ke mana ia kembali
Di manakah saat ini ia bersembunyi
Waktu hujan turun membasahi wajahnya
Air langit datang menyamarkan tangisnya
Basah tubuhnya oleh letih dunia
Bersandar ia dalam pelan nadi harinya
Pengembara itu berjalan dalam keheningan
Bertaman dengan bintang dan rembulan
Ketika siang datang dari ufuk biru
Pada mentari ia pulang tuk mengadu
Terik menjadi semangatnya
Dingin adalah cintanya
Terang sebagai anugerahnya
Gelap ia ambil untuk selimutnya
Tatkala dahaga menyerang tubuhnya
Tak setetes airpun yang bisa didapatnya
Tatkala letih tubuhnya berjalan
Yang menemani tidurnya hanyalah kegelapan
Kadang galau terluka karena dunia
Merindukan sedikit kasih dari surga
Saat mentari tenggelam di langit sana
Dirinya hanya dapat terus berkelana
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment